Melawan Perih
MELAWAN PERIH
“Jika waktu tak mampu menjawab doaku,aku hanya bisa
diam membisu. Seolah-olah mengiringi waktu yang kian berlalu,melawan perih tiap
kumengingatmu” - Tommy
Jumat,14
Februari pukul tujuh malam. Sudah menjadi rutinitas tiap Jumat malam untuk
berkumpul bersama keluarga besar dari ayahku. Namun,malam ini berbeda dari
malam-malam yang biasanya dikarenakan aku harus membersihkan seisi rumahku yang
berdebu. Wajar,kami sekeluarga jarang membersihkan rumah. Sudah banyak
buku-buku yang tertumpuk,ayahku sempat menyuruhku untuk membakar atau
menjualnya namun aku gak pernah mau dikarenakan beberapa buku ini menyimpan
kenangan yang selalu aku ingat. Aku selalu menyimpan rapi buku-buku ini sama
seperti isi buku diary yang pernah aku tulis. Gak sengaja kubuka buku diary
yang telah kutumpuk rapi di dalam kardus yang telah usang ini. Kubuka halaman
demi halaman. Kubaca kalimat demi kalimat. Semakin lama kularut dalam tulisanku
yang lalu,semakin kuingat kenangan yang pernah kubuat bersamanya.
Kutemukan
foto-foto bersamanya ketika kita masih bisa bercanda tawa,berbagi duka,dan
menikmati makna hidup berdua. Aku Tommy,usiaku sekarang sudah beranjak dewasa
dimana aku sudah bisa menentukan pilihanku sendiri,namun kenangan yang baru
saja aku lihat meningatkanku pada seorang cewek yang pernah mengubah jalan
pikiranku seperti ini. Clarissa,cewek pertama yang kukenal saat aku masih
kuliah. Awal pertama kukenal dia orangnya cuek dan sok jual mahal. Pikirku itu
pasti merupakan hal yang biasa saat seorang cewek baru saja mengenal pria. Tapi
semakin dia menunjukkan sifat “cool” nya itu,semakin aku ingin mencari tahu
lebih tentang dirinya. Pada awalnya aku juga gak mau terlalu dekat
dengannya,layaknya seorang teman yang baru kenal pasti setidaknya saling
bertegur sapa. Hari demi hari,tiap kali aku bertemu dengannya pasti aku
menyapanya dan dia juga membalas sapaanku. Aku masih belum mengajaknya
mengobrol lebih lanjut. Semenjak SMA aku memang dikenal memiliki sifat cuek dan
gengsi yang tinggi. Oleh karena itu,wajar saja jika aku berpikir dua kali untuk
menyapanya.
Pada
waktu perkuliahan dulu,kelasku selalu mendapat bagian kerja kelompok tiap kali mendapatkan
tugas dan untungnya waktu itu aku mendapat bagian kerja kelompok dengan
Clarissa. Dari sini lah aku mendapat kesempatan untuk mengenalnya lebih lanjut.
Satu dua minggu aku sudah mulai mengobrol banyak dengannya. Jika dilihat dari
cara belajarnya,Clarissa bukanlah cewek yang rajin belajar. Jika dibandingin
dengan anak-anak kelas lainnya,aku bisa nilai Clarissa tergolong anak yang “standart”
dalam hal belajar. Suatu hari aku bertanya tugas yang baru saja diberikan,
“Clar,kapan
kita kerjain tugas fisikanya?”
“Enaknya
kapan ya? Kalo sore ini aku ga bisa,Tom. Aku mau pergi.”
“Oh,ya
gak harus sore ini juga kok. Ya udah ntar kalo mau kerja kabarin lagi ya”
“Oke,Tom.
Aku pulang duluan ya!”
Sesegera mungkin
Clarissa masuk ke dalam mobilnya. Tampaknya dia sudah tergesa-gesa. Entah mungkin
ada urusan penting atau ada hal lainnya aku gak berani menanyakannya.
Keesokan
harinya aku bertemu lagi dengannya di parkiran kampus. Kubuka jendela mobilku.
“Clar,mau
ke kelas kan? Tunggu ya.”
“Oh,Oke
Tom!”
Sesegera
aku parkirkan mobilku dan berjalan mendekatinya.
“Clar,tugas
yang kemarin udah aku kerjain cuma ada satu nomer yang aku belum ngerti.
Lainnya tolong diperiksa ya”
“Wih,kamu
beneran udah kerja? Rajin banget,Tom!”
“Ya
beneranlah. Ini kertasnya bawa dulu aja,sekalian buat kamu belajar-belajar”
“Oke,Tom.
Thanks ya. Aku bawa sekalian aku kerjain yang kurang”
Dia tergolong anak yang
pendiam di kelas. Tempat duduk di bagian belakang selalu jadi tempat favorit bersama
teman-teman akrabnya. Ternyata benar dugaanku,Clarissa bukanlah cewek sependiam
itu. Sesekali juga dia slalu buat keramaian,entah dari ketawanya,entah dari
suaranya bicara,pokoknya hal-hal konyol lainnya.
Seusai
pulang kuliah,aku langsung memacu mobilku menuju rumah. Aku langsung menuju
kamarku,karena hanya di dalam kamar aku menemukan ketenangan di dalam rumah.
Perlu kalian ketahui,hubunganku dengan orang tuaku tidak seharmonis
keluarga-keluarga yang lain. Pola pikir orang tuaku selalu berbeda dengan pola
pikirku,mereka masih menganggapku seperti anak kecil. Akhirnya aku habiskan
waktu untuk berganti hari hanya dengan berbaring di kasur sampai aku tertidur.
Tiba-tiba aku di bangunkan dengan suara Blackberry,kubuka ternyata Clarrisa.
Ah,hanya hal sepele ternyata masalah tugas. Awalnya sih aku mau berniat
cuek,tapi aku juga punya tanggung jawab juga dalam kerja kelompok ini.
“Tom,tugasnya
udah selesai. Aku udah kerja yang kosong.”
“Oh
ya,Thanks ya! Besok bawa ya buat dikumpulin”
“Oke,Bos!”
Sesekali
aku check PM BBMnya,dan entah kenapa saat itu tanganku mengetik,
“Clar,kamu
kenapa? Pmmu......”
“Kenapa
Pmku? Hahahahaha. Gpp,Tom. Biasa ada masalah”
“Masalah
apa? Kalo pingin cerita,aku siap dengerin kok”
“hahahaha,oke
Tom. Tapi kali ini aku blum bisa cerita. Aku mau istirahat dulu ya”
Sifat
tertutupnya semakin membuatku ingin mencari tahu lebih banyak tentangnya.
Selama ini dia aku kenal sebagai cewek yang selalu ceria,kemana-mana slalu
ketawa,dan orangnya suka diajak bercanda. Tapi gak ada yang bisa tau apa isi
hati dia sebenarnya. Aku juga orang yang sifatnya tertutup. Sangat tertutup.
Aku mau slalu ada buat orang saat orang lain itu butuh,ini dikarenakan aku
pernah mengalami bagaimana rasanya bercerita tapi tidak ada yang
mendengar,disaat bersedih tetapi tidak ada yang peduli. Hingga tiba suatu
malam,aku membaca PM yang gak wajar dari dia.
“Clar,Are
You Okay?”
“Of
Course,I’m Okay. Why?”
“Yes,from
outside You’re Okay. But how about your heart? How bout your mind?”
“Ha,Ya gitu deh,Tom. Kamu tau dari Pm-pmku ya?
Sorry ya,rame di RU”
“hahahahaha.
No problem. Ga Cuma di RU sih,di kelas kamu juga rame. Hahaha. Emang kamu
kenapa? Ayo cerita”
“Gimana
ya mulainya? Aku lagi ada masalah sama keluargaku. Aku bosen dalem keadaan
gini,Tom. Aku ga bisa denger mama papaku ribut terus. Mereka mau cerai. Aku
kasian sama adikku.”
“Clar,aku
juga sama kayak kamu. Cuma bedanya masalah konfliknya ada di aku sama orang
tuaku. Terus gimana masalahnya?”
“Aku
males cerita lewat BBm,Tom. Panjang ngetiknya.hahahahahah”
“Oke,besok
sepulang kampus ada acara ga? Kita ketemuan di Cafe Lebby ya?”
“Kok
kamu pengen tau banget sih? Kamu kepo? Hahahhaha. Oke,Tom. Thanks anyway”
Dan
anehnya,kenapa aku bisa sampe sepeduli itu sama dia? Dia bukan sapa-sapa aku.
Kenal aja baru 2 bulan. Kemana sifat cuekku pas aku butuhkan begini? Terkadang
aku berpikir lebih memilih cuek dan diam daripada harus perhatian pada
seseorang,namun dia tidak menganggapku.
Sepulang
kampus,aku memacu mobilku ke Cafe Lebby. Tempat ini slalu menjadi tempat
favoritku menghabiskan waktu sendirian. Iya,sendirian. Sekali lagi aku
bilang,aku lebih memilih sendiri daripada bersama orang-orang yang pada suatu
saat akan pergi begitu saja. Sampai di parkiran,aku sudah melihat mobil
Clarissa. Sesegera aku parkir mobilku di samping mobilnya.
“Sorry
Clar. Aku baru nyampe,baru isi bensin soalnya. Kamu udah lama?”
“Udah
lama kok. Udah 5 menit yang lalu”
“Hahahahha.
Kamu nyindir aku?? Udah pesen makan?”
Setelah
kami memesan makan,aku langsung menanyakan masalah kemarin padanya.
“Clar,masalah
mama papamu gimana? Kok bisa gitu?”
“Sebenernya
mama papaku udah gak tinggal serumah lagi. Biasanya mama,aku,sama adik ku
tinggal di rumah sini. Papaku tinggal di rumah Jakarta. Biasalah Tom masalah
kerjaan. Papaku orangnya pekerja keras. Dapet tender dimana-mana. Sementara mamaku
orangnya itu pengen kita sekeluarga kumpul bareng. Sekali-kali hanya sekedar
makan bareng keluarga itu mamaku udah seneng. Mamaku kayak orang yang gak punya
suami,Tom. Tiap kali dia liat keluarga temen-temennya,dia selalu iri
Tom,soalnya mamaku masih pingin keluarganya utuh kayak gitu.”
“Trus,apa
kamu pernah nyadarin mamamu kalo papamu itu kerja di luar kota juga buat mamamu
dan anak-anaknya?
“Udah
Tom,tapi tiap kali mama papaku ngumpul pasti slalu bertengkar. Aku ngeliat
mereka kayak anak kecil Tom. Kadang aku malu sama temen-temenku,sama
tetangga-tetanggaku. Tiap kali mereka bertengkar,aku slalu diem di
kamar,doa,sambil nangis minta tolong sama Tuhan kalo mereka berdua cepet akur.
Aku kasian sama adikku sebenernya. Dia masih SMP,aku mikir kalo dia gak bisa
lanjut sekolah nanti gara-gara kedua orang tuaku gimana?”
“Trus
kamu ga kasian sama dirimu sendiri? Ya udah deh,berhubung agama kita sama,besok
aku temenin kamu ke geraja ya. Kita doa bareng,biar masalah mama papamu cepet
selesai. Aku juga pengen doain mama papaku juga,abis denger cerita dari kamu. Aku
jadi kangen mereka”
“Hahahahah,ya
semoga keluargamu tetep utuh Tom,sampe kamu tua nanti. Ya udah makan
dulu,keburu makananya dingin.”
Selesai
makan kami pulang dan aku gak sabar menunggu besok untuk menemaninya ke gereja.
Sebelum pulang dari Cafe kemarin,aku sempat menanyakan alamat rumahnya. Aku
jemput dia,kemudian kita pergi ke gereja bersama. Sesekali aku liat mimik
wajahnya selagi berdoa,masih tampak ketakutan dan keraguan darinya. Mungkin
karena dia tidak tahu apa rencana Tuhan baginya. Yang dia takutkan
ialah,bagaimana jika rencana Tuhan tidak sesuai dengan yang diinginkannya. Aku
coba berbisik padanya untuk tetep berpikir positif dan tetap percaya pada
kehendak Tuhan. Sepulang gereja kami sempat mengobrol di dalam mobil selagi menuju
jalan pulang. Ternyata Clarissa orangnya enak diajak ngobrol. Dia gak terlalu
cuek. Sesekali kami bergurau di dalam mobil. Ternyata benar,cuma candaan yang
bisa bikin dia ketawa seolah-olah dia bisa melupakan masalah keluarganya.
Hari
bergant minggu. Minggu berganti bulan. Sudah 2 bulan ini dia gak pernah galau masalah keluarganya. Tiap kali aku
temui di kampus,dia juga tampak senang. Lalu aku memanggilnya dan bertanya
“Clar,gimana
kabarmu? Kabar mama papa sehat?”
“Hei,Puji
Tuhan aku sehat. Mama papa juga sehat”
“Oh
ya udah deh Puji Tuhan,ya!”
“Eh,Tom
tau gak. Udah 2 minggu ini mama papaku gak pernah tengkar lagi lho. Padahal mereka
sekarang tinggal serumah. Aku seneng Tom,aku bisa kumpul bareng keluarga lagi. Mamaku
juga keliatannya seneng. Papku udah buat komitmen untuk tiap 5 hari sekali
pulang Surabaya buat kumpul bareng keluarga kita.”
“I’m
glad to hear that. Aku seneng kamu seneng. Berarti doa kita manjur dong?”
“Iya,Tom.
Makasih doanya kapan hari ya.”
“Oke,Clar.
Kalo ada apa-apa atau pengen cerita lagi,aku siap bantu dan dengerin”
“Siap,Kaks”
Memang
aneh rasanya ngeliat masalah sendiri yang belum beres tapi kita udah ada buat
orang lain buat menyelesaikan masalahnya. Namun,percayalah kebahgiaan paling
berharga adalah ketika kita membuat orang lain bahagia. Dari sinilah aku bisa
jauh lebih dekat dengan Clarissa. Kami layaknya sudah seperti hubungan
kakak-adik,layaknya seperti hubungan sepasang sahabat yang gak bisa terpisahkan
waktu. Bagaimana dengan hubungan pacaran? Aku masih belum berani dikarenakan
aku masih punya luka lama yang masih susah buat disembuhkan. Begitu juga dengannya.
Clarissa pernah bercerita kepadaku tentang love
live-nya. Kami sama-sama memiliki masalah yang sama yaitu mudah mencintai
tetapi susah melupakan. Aku juga pernah berkata padanya cara melupakan orang
yang ada di masa lalu kita ada,pertama biarkan waktu berlalu atau kedua
menerima orang yang baru. Kami mencoba untuk saling peduli satu sama lain,tapi
diantara kami masih membatasi hubungan kami. Kami takut jika kami saling
mencintai,kami akan saling menyakiti. Jujur saja,hubungan sahabat lebih
menjanjikan daripada hubungan sepasang kekasih. Ada istilah mantan pacar tapi
gak ada istilah mantan sahabat. Hari demi hari,minggu demi minggu aku selalu
menuliskan kejadian-kejadian indah maupun susah bersama Clarissa di dalam
diaryku.
“Sabtu,18
Oktober. Dunia terasa begitu sempit. Entah kenapa tiap kali aku bergerak hanya
ada dia di dalam ruang gerakku. Tiap kali aku bernafas,aku merasakan nadinya
berdetak dalam tubuhku. Aku merasakan genggaman tangannya melengkapi jarak
diantara jari-jariku. Apakah ini sebuah simphoni dari hati atau hanya sebuah
halusinasi. Selamat malam,diary.”
“Minggu,19
Oktober. Sebuah tanda tanya besar melekat di dalam otakku. Aku slalu mendapat
apa yang aku inginkan tapi bukan apa yang aku butuhkan. Mendapat apa yang aku
cari tapi tidak pernah kutemui. Sama sepertinya,apa tawa itu hanya meninggalkan
setitik harapan palsu atau justru itu pertanda bahwa dia adalah jalan
terakhirku? Andai dia tau,diary”
Setiap hari,setiap
malam selalu kutuliskan kata-kata yang tak pernah terucap. Percayalah,jika kamu
ingin berbicara tapi entah kenapa bibirmu susah untuk bergerak,menulis adalah
cara terbaikmu untuk mengungkapkan semua emosimu.
So wake me up when it’s all over
When i’m wiser and i’m older
All this time i was finding myself
and i didnt know i was lost.
Ternyata
aku dibangunkan oleh suara HP. Kulihat ternyata telepon dari Clarissa.
“Hallo,kenapa
Clar?”
“Tom,kamu
dimana? Bisa temenin aku di rumah sakit ga?”
“Lho
siapa sakit? Kamu kenapa?”
“Bukan
aku yang sakit,ntar aku ceritain. Kamu bisa gak temenin aku?”
“Bisa
banget,Clar. Kamu dimana sekarang?”
“Aku
Bbmin alamatnya deh.”
Sesaat
setelah menerima alamat rumah sakitnya,aku segera mandi,dan setelah itu
langsung memacu mobilku. Sesampainya disana aku segera menemui Clarissa dan
kulihat mukanya sudah mulai pucat. Entah kenapa masalahnya,aku belum bertanya.
“Clar,kamu
kenapa? Siapa yang sakit?”
“Nenekku,Tom.
Sakitnya udah parah dari lama. Cuma tadi pagi kambuh lagi. Mama papaku lagi di
luar kota. Aku sendirian di rumah. Nenekku langsung aku bawa ke rumah sakit
ini.”
“Udah
ga usa nangis. Aku bakal temenin kamu jagain nenek ya. Ntar kalo udah ada
dokter sama suster yang nanganin,aku anterin kamu pulang ya. Matamu merah itu. Kebanyakan
nangis atau ngantuk itu? Kamu juga pasti belum makan,kan?”
“Iya,Tom.
Makasih banget. Sorry aku ngrepotin.”
“Aku
gak pernah repot kalo buat orang yang butuhin aku”
Dan
untuk kesekian kalinya aku terlalu peduli buat orang yang belum tentu jadi “bagian
hidupku.” Tapi sesekali aku lihat wajahnya sudah mulai bisa sedikit tersenyum.
Malamnya kami berangkat lagi ke rumah sakit untuk menjenguk neneknya. Clarissa
sudah tampak mengantuk namun dia gak peduli dengan keadaan itu. Sambil menunggu
aku mengajaknya ngobrol,
“Nenekmu
sakit apa emang?”
“Kanker,Tom.
Udah lama. Cuma kata dokter bisa kambuh kapan aja. Aku aja kaget tiba-tiba
nenekku tadi pagi lemas gini.”
“Aku
punya tetangga,Clar. Dulu dia juga pernah sakit kanker. Ga tau kenapa dia sekarang
bisa sehat. Justru keliatan lebih sehat dari sebelumnya. Ternyata selai dari
pengobatan dokter,kanker itu bisa sembuh sendirinya,lho. Caranya buat nenekmu
seneng-seneng aja. Buat ketawa,jangan ingetin kalo dia sakit. Perhatian itu
juga bisa buat nenekmu sembuh. Ntar kalo nenekmu udah siuman langsung peluk
dia,cium dia. Pokoknya buat dia senenglah. Oh ya,sama satu lagi,jangan lupa
doain nenekmu ya”
“Oh
ya? Kok keren ceritamu? Iya deh Tom,smoga besok udah siuman,malem ini aku juga
mau doa kok.
“Ya
udah,gimana kalo kita doa bareng?”
“Okee
deh,Tom!”
Aku
percaya,doa bersama lebih didengar Tuhan. Aku juga percaya Tuhan pasti
mendengar dan memberikan yang jauh lebih baik daripada yang diminta umatNya. Dan
percaya atau tidak,keesokan harinya saat Clarissa terbangun dari tidur,neneknya
sudah bisa membuka mata. Neneknya sudah siuman. Clarissa langsung memeluk dan
mencium kening neneknya. Tampak wajah bahagia dari neneknya. Aku langsung
mengingat nenekku. Aku hanya bisa berkata dalam hati, “Nek,apa kabar? Hari ini
aku sudah bisa membuat orang lain bahagia. Apa nenek juga bahagia di surga?” Aku
sangat merindukan sosok seorang nenek. Tapi aku percaya nenekku pasti jauh
lebih berbahagia di surga sana.
Aku
sengaja membiarkan Clarissa mengahabiskan waktu berdua dengan neneknya. Aku gak
mau mengganggu momen indah mereka berdua. Sebelum pulang aku menginggatkan
kembali nasehatku kepada Clarissta kemarin malam. Aku harap semoga neneknya
cepat pulih dan bisa berkumpul bersama keluarga besarnya lagi. Masalah satu
selesai,semoga masalah yang ini juga cepat selesai. Jujur saja,melihat orang
yang kamu cintai berbahagia,kamu juga pasti ikut berbahagia.
Sudah
1 bulan lebih aku tidak mendengar kabar dari Clarissa,aku harap dia sekeluarga
baik-baik saja. Hari ini,13 November tepat hari ulang tahun Clarissa. Sudah sejak
lama aku merencanakan surprise ini. Aku bangun pgi,tepat pukul 12 malam aku
segera ambil Hpku untuk menelponnya,
“Hallo..ini
siapa?”
Tampaknya
dia masih belum tertidur dan dia gak mengenali nomer baruku.
“Happy
birthday..happy birthday to you. Panjang umur ya,sehat selalu. Aku terlalu
berharap banyak diulang tahunmu sekarang. Intinya aku pengen apa yang kamu
pengenin tercapai. Tuhan memberkati”
“Hahahaha.
Tommy! I know it’s you! Thank you,Tom”
Tak
hanya itu saja,malamnya aku sengaja memberikan surprise yang jauh lebih baik
dari pada hanya sekedar mengucapkan “Happy Birthday.” Malam harinya aku
mengajaknya ke sebuah tempat yang dia belum pernah tau. Aku mengajaknya ke
puncak gedung tertinggi di Surabaya. Di sana kita bisa melihat pemandangan
lampu-lampu yang sangat bagus. Gak hanya itu,aku sengaja memesan tempat makan
di atas gedung tersebut. Dia tampak kebingungan sekaligus kagum dengan
surpriseku kali ini. Kembang api yang menyala,sesekali mengubah fokusnya dari
makanan menuju nyala kembang api yang indah. Dan sekali lagi aku katakan,membuat
orang yang kita cintai bahagia,juga akan membuat kita bahagia. Waktu sudah
menunjukkan pukul 10 malam. Masih ada satu lagi surprise yang ingin aku
sampaikan. Saat sampai di depan rumahnya aku mengatakan perasaanku. Apa kita
diberi kekuatan untuk bisa memendam perasaan terlalu lama? Jika iya,mungkin aku
termasuk orang yang lemah dalam hal itu.
“Clar,kita
udah berapa lama ya kenal?
“Udah
berapa lama ya,Tom? Lama banget pasti. Why?”
“Let
me ask you. Pernah gak kamu ngerasa kalo kita ini lebih dari sekedar
sahabat,lebih dari
hubungan kakak adik? Aku ngerasa dan aku udah nganggep kalo
kamu itu pacar aku sendiri. Aku udah bisa ngerasain jari-jarimu ada disela-sela
jari-jariku. Kamu orang terakhir yang aku pikirin sebelum aku tidur dan kamu
orang pertama yang aku pikirin sehabis bangun tidur. Kamu mau jadi pacarku?”
“Ha?
Tom,kamu gak lagi mabukkan? Kok tiba-tiba kamu tanya gitu?”
“Soalnya
aku udah...........”
Kemudian
papa Clarissa keluar dari rumah dan melihat mobilku. Sesegera aku keluar dari
mobil dan memberi salam padanya.
“Malem
om,ini Clarissanya udah pulang. Makasih udah ijinin pergi bareng tadi”
“Iya,Tom.
Lain kali main-main ke sini gapapa”
“Oke
om,pamit pulang dulu ya. Udah malem”
Tanda
tanya masih mengisi benakku. Rasa tidak puas campur aduk dengan jengkel jadi
satu ada di dalam kepalaku. Sesampai di rumah aku segera menelponnya.
“Clar,jadi
sebenernya gini tadi aku mau bilang kalo aku udah nyimpen perasaan ini udah
lama Cuma aku belum berani bilang ke kamu. Aku takut Clar. Aku takut kamu
nolak,aku takut sakit hati.”
“Tom,makasih
banget buat perhatianmu selama ini. Makasih buat waktu-waktumu.Tapi kamu inget
gak aku pernah bilang ke kamu kalo aku trauma sama yang namanya pacaran. Bukannya
aku nolak kamu,aku cuma pengen kita nikmatin indahnya hubungan kita saat ini. Aku
ngerasa kamu itu sahabat yang baik,kakak yang peduli,telinga yang ada waktu aku
cerita,jari yang ada buat hapus ari mata tiap kali aku nangis. Makasih Tom.
Cuma aku belum bisa nerima kamu”
Saat
kata tak mampu lagi terucap dan air mata tak mampu lagi menetes aku hanya bisa bercerita
lewat diaryku. Bahagia karena aku bisa melihat orang lain berbahagia,sedih
karena apa yang aku inginkan belum aku dapatkan.
“Selasa,13
November. Malam ini terasa sepi. Saat bintang tak lagi menerangi malam. Saat
sang bulan tak tersenyum pada keheningan malam. Aku terdiam,aku hanya bisa berkata
dalam hati. Berharap aku bisa menatapnya lagi,walau itu hanya bayangannya
sekalipun. Selalu kuberdoa tiap malam
agar waktu tetap mengijinkanku untuk tetap bersamanya. Selalu kutanya
waktu,masihkah ada kesempatan untukku agar bisa melihat senyumnya. Jika waktu
tak mampu menjawab doaku,aku hanya bisa diam membisu. Seolah-olah mengiringi
waktu yang kian berlalu,melawan perih tiap kumengingatmu”
Percayalah
jika seorang pria telah mencintai orang yang dia cintai,ia pasti akan
berbahagia apapun kondisinya. Terkadang apapun masalahnya kita,kita selalu
membuat orang lain berbahagia namun tidak selamanya kebahagian selalu dibalas
dengan kebahagiaan juga.
Komentar
Posting Komentar