Self Healing

 Ternyata patah hati tidak separah yang dibayangkan. 

2 bulan lalu, sebelum tulisan ini di buat. Tepatnya bulan Maret, saya benar benar bersyukur atas apa yang boleh saya terima di dalam hidup saya. 

Tuhan mengirimkan seseorang yang selama ini saya cari, meskipun usianya terpaut cukup jauh dengan saya. Setidaknya ketika bersamanya, saya bisa merencanakan sesuatu yang lebih besar di kemudian hari. Tentu untuk hidup bersama dengannya.

Namun, ketika memasuki bulan April, saya tidak menyangka bahwa itu adalah kali terakhir saya mengenggam tanganya. Itu adalah kali terakhir saya mencium keningnya. Saya tidak mengira secepat itu hal baik bisa berlalu.

Tepat sepanjang bulan April, kita sudah tidak bisa saling berkomunikasi. Entah, salah saya ada di mana.

Tuhan mengambil dia dari saya. Apa yang sudah saya rencanakan, ternyata itu tidak disetujui olehNya. 

Sepanjang bulan April saya habiskan untuk kecewa dan menyiksa diri saya sendiri. 

"Mengapa Tuhan selalu tidak bisa melihat saya bahagia? Mengapa Tuhan selalu mengambil apa yang sudah saya suka?"
 

Sebulan saya habiskan waktu tidak berguna untuk mengemis perhatian ke dia. Tidak selayaknya seorang pria yang harus tegar dan dewasa dalam menghadapi masalah. Saya habiskan waktu percuma hanya untuk check instagramnya yang sudah tidak di munculkan lagi story nya. Namun perlahan demi perlahan seiring dengan berjalannya waktu dan berakhirnya bulan April, saya pun bisa perlahan lahan mengikhlaskan keadaan.

Saya ambil waktu untuk mengenal siapa Pencipta saya dan siapa diri saya. Saya ambil waktu untuk lebih memahami apa yang Tuhan mau dari diri saya, dan mencoba memahami apakah yang selama ini saya mau sudah sejalan dengan rencana Tuhan?

Perlahan-lahan sayapun sudah bisa menyembuhkan diri saya sendiri melalui doa dan meditasi.

Saya lebih banyak melihat ke bawah, ternyata masih banyak orang orang yang lebih mengalami kesusahan ketimbang apa yang saya alami. Masih banyak orang yang susah makan. Masih banyak orang yang harus bekerja kasar, pagi, siang, dan malam. Serta masih banyak orang yang belum tahu besok bisa makan ataupun tidak. Sementara saya, hanya diam terbawa arus dan terdiam di situ situ saja dengan masalah yang seharusnya bisa saya lepaskan. 

Terima kasih untuk setiap pembelajaran ini. Mungkin jika tidak mengenal kamu, saya tidak bisa melewati pergumulan dan proses Tuhan yang seperti ini. Ternyata kebahagiaan kita tidaklah bergantung dengan waktu yang terus berjalan dan semakin menua.

Teruntuk kamu, seseorang yang pernah ada dalam 'future planning' ku, mungkin kelak kita akan dipertemukan kembali entah sebagai seorang pendamping, ataupun seorang teman, atau bahkan kembali menjadi asing.

Apapun itu yang ada di depan kita, semoga kita bahagia. Terima kasih,Anya.


 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bersyukur atas kegagalan??

ALLAH MAHA PENCEMBURU

Dongeng Sebelum Tidur